Zaman sekarang orang ingin menjadi orang pintar sangat mudah. Mereka bisa belajar di mana saja dan dapat menimba ilmu kapan daja. Bahkan, bisa belajar sendiri dengan otodidak. Namun untuk berakhlak, seseorang harus membiasakan diri dengan rendah hati saat bergaul dengan masyarakat. Akhlak sendiri lebih tinggi derajatnya dibanding ilmu.
Terkait apa itu akhlak atau adab, dalam Fathul Bari juz 10 halaman 100, Ibnu Hajar menyebutkan:
وَالْأَدَبُ اسْتِعْمَالُ مَا يُحْمَدُ قَوْلًا وَفِعْلًا وَعَبَّرَ بَعْضُهُمْ عَنْهُ بِأَنَّهُ الْأَخْذُ بِمَكَارِمِ الْأَخْلَاقِ
Artinya: “Al adab artinya menerapkan segala yang dipuji oleh orang, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Sebagian ulama juga mendefinsikan, adab adalah menerapkan akhlak-akhlak yang mulia.”
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam sendiri bersabda bahwa dirinya diutus untuk menyempurnakan akhy, bukan ilmi. Beliau bersabda:
إنَّما بعثتُ لأتمِّمَ مَكارِمَ الأخلاقِ
Artinya: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia” (HR. Al Baihaqi, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah, no. 45).
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:
إنَّ أثقَلَ ما وُضِع في ميزانِ المؤمِنِ يومَ القيامةِ خُلُقٌ حسَنٌ وإنَّ اللهَ يُبغِضُ الفاحشَ البذيءَ
Artinya: “Sesungguhnya perkara yang lebih berat di timbangan amal bagi seorang Mu’min adalah akhlak yang baik. Dan Allah tidak menyukai orang yang berbicara keji dan kotor” (HR. At Tirmidzi no. 2002, ia berkata: “hasan shahih.
Bukti bahwa akhlak lebih tinggi daripada ilmu, Abu Zakariya An Anbari rahimahullah mengatakan:
علم بلا أدب كنار بلا حطب، و أدب بلا علم كروح بلا جسد
Artinya: “Ilmu tanpa adab seperti api tanpa kayu bakar, dan adab tanpa ilmu seperti jasad tanpa ruh” (Adabul Imla’ wal Istimla’ [2], dinukil dari Min Washaya Al Ulama liThalabatil Ilmi).
Oleh sebab demikian, yuk, beradablah kita di manapun berada. Setinggi apapun ilmu kita bila tidak didahulukan dengan akhlak maka sungguh tak bernilai. Wallahu A’lam.